Akhir Kisah Kita


          Malam ini, 14 Maret 2014.
          Teringatku pada suara berat diujung sana yang sore tadi kudengar jelas ditelingaku. Dering handphone yang sengaja kuletakkan disamping boneka kelinci kesayanganku sedikit mengagetkanku yang baru saja tertidur pulas. Sambil mengeluh, kuraih handphoneku itu dan kulihat sebuah panggilan masuk. Tanpa nama, namun tak asing dimata.
          Sapaan halus darimu telah memaksa mata ini untuk meneteskan airmata, dengan bersusah payah kusembunyikan rasa kecewa yang menjalar dan membunuh perasaan cinta ini. Aku ingin menang dalam melawannya. Aku tak ingin dia menggerogoti rasa yang sudah aku bangun untukmu.
          Perlahan, kau buka percakapan dengan kata maaf. Aku tak tahu mengapa kau mengatakannya. Sungguh aku tak merasa kau telah menyakitiku walau kutahu aku sedang terluka. Ingin rasanya tangisku kuledakkan dipercakapan awal kita pada sore itu. Aku ingin kau mendengar keluh kesahku tentang apa yang selama ini aku perjuangkan sendirian, yaitu kamu.  Air mataku semakin tak dapat kubendung ketika kudengar pernyataan maaf yang kau ulang berkali-kali itu kau tambahi dengan makian yang kau lontarkan kepada dirimu sendiri.
          Mengapa kau menyalahkan dirimu sendiri? Ini salah kita. Mengapa sejak awal, kita biarkan waktu merajai segala rasa yang semestinya bisa kita hentikan? Ini salah kita. Mengapa kita tinggal diam ketika rasa itu mulai merasuki hati dan perasaan diantara satu sama lain?
          Aku tak habis fikir mengapa semuanya berujung seburuk ini. Disaat aku membuka hati untuk seseorang, kau hadir membawa kesempurnaan bagi hidupku namun sungguh tak pernah terbayangkan bahwa kau malah meninggalkanku dan mempermainkan perasaan ini begitu saja. Aku tahu dan yakin bahwa kau tiada niat menyakitiku. Kau hanya bingung dengan apa yang semestinya kau perbuat. Ada aku yang mencintaimu dan ada dia yang dicintai olehmu.
          Semua seakan sinetron murahan yang ditayangkan saat ini, penuh sandiwara membuat luka. Katakan padaku mengapa kau tega membiarkan seseorang berjalan menuju padamu tanpa sebuah cahaya. Sebenarnya, apa yang kau mau? Mengajakku bermain dalam film kehidupanmu dan menyuruhku memerankan seseorang yang bukan aku. Aku tak bisa. Peran ini amatlah sulit bagiku. Aku tak kuasa berperan sebagai sahabatmu yang setia mendengar keluh kesahmu tentangnya dengan menahan rasa yang terus bergejolak ini.
          Ya… semuanya telah terjadi. Aku tahu apa maumu. Menginginkanku tetap tinggal bersamamu dengan berbalut pedih yang kurasa sendiri tanpa pengertian darimu sedikitpun. Maaf, aku bukan batu karang yang mampu mempertahankan, berjalan, berperang bahkan terluka sendirian. Aku tak sanggup……

Komentar

Postingan Populer