Tuhan Memang Satu, Kita Yang Tak Sama
Aku tak tahu harus memulainya
darimana. Aku juga tak tahu harus bercerita dari bagian apa dahulu. Seperti air
sungai yang mengalir mengikuti arus dari hulu menuju hilir, aku ikuti
saja kata hatiku untuk menulis sepenggal kisah nyata dari kehidupan. Mengenai
perbedaan.
Yah, perbedaan yang tidak dapat digolongkan dalam kategori yang mudah
dipecahkan. Jatuh Cinta. Dari sekian banyak kata berbahasa Indonesia, aku
paling tak bisa mengartikan dua kata tadi. Bermakna ganda. Individual. Puitis.
Menyebalkan. Dan lain-lain. Selalu saja berkecamuk dalam fikiranku disaat aku
mencoba mendefinisikannya secara rasional. Namun kalian tahu? Hasilnya selalu
nihil. Aku tak menemukan definisi apapun didalamnya. Aku berhenti dan mulai
berfikir kembali (kali ini dengan hati) hingga pada akhirnya aku tahu mengapa
otakku tak sanggup mendefinisikannya. Jatuh Cinta tak dapat didefinisikan oleh
orang walau secerdas apapun apabila dirinya tak memiliki rasa yang peka dan
hati yang tulus. Jatuh Cinta hanya mampu didefinisikan oleh insan yang sedang terbuai
olehnya.
Jatuh Cinta itu indah bagi setiap orang yang tahu apa itu keindahan. Begitu
pula denganku, seakan telah dibutakan oleh keindahan yang tercipta, aku tak
mempedulikan lagi apa itu perbedaan. Sungguh aku merasa cukup sempurna dengan
perbedaan diantara kita. Aku benar-benar tak peduli dengan orang-orang yang
mengatakan bahwa jatuh cinta yang aku alami adalah “kutukan”.
Entah bagaimana bisa mereka menghakimiku dengan kata-kata seperti itu. Aku
merasa kita sama. Kita makhluk Tuhan. Dan tujuan kita sama; saling melengkapi.
Namun kembali pada pertanyaan awalku, mengapa mereka menghakimiku? Tuhan, bantu
aku untuk menjelaskan kepada mereka mengapa aku enggan berhenti memperjuangkan
cintaku padanya. Terangkan pula pada mereka mengenai rasa yang Kau ciptakan
diantara kami.
Apakah aku salah jika aku memperjuangkan makhluk yang berbeda cara denganku
dalam berkomunikasi padaMu? Lelaki itu melipat tangan dan aku menadahkan tangan
untuk dapat berbincang denganmu. Lelaki itu menggunakan Rosarionya dan aku
menggunakan Tasbihku untuk tetap memuji namaMu. Apakah kita salah jika tetap
saling memperjuangkan?
Tuhan itu satu. Hanya saja kita sebagai makhlukNya lah yang bermacam-macam.
Sederas apapun rintik gerimis hujan, sekencang apapun angin yang menerpa, aku
akan tetap disini. Aku masih menanti cara Tuhan untuk mempersatukan kita.
Komentar
Posting Komentar