Menunggumu..
Masih seperti hari kemarin.
Aku mencintaimu dalam gelap dan merindukanmu dalam sepi. Yang membuatnya
sedikit berbeda hanyalah dengan munculnya kehadiran seseorang diharimu. Aku tahu, aku tak mempunyai andil apapun untuk turut serta didalamnya.
Tapi sungguh, kehadirannya menarik otak dan hatiku untuk menjadi mata-mata
diantara kalian.
Tahukah kamu? Aku takut engkau dikalahkan oleh masalalu.
Dengan kata lain, aku takut engkau jatuh cinta lagi padanya. Tahukah kamu? Hampir setiap waktu senggang kusempatkan menambah
pengetahuan tentang kalian dimasalalu. Dan
tahukah kamu? Hampir disetiap waktu senggangku itu aku menangisimu. Mungkin
bagimu sikapku ini terlalu kekanak-kanakan. Dimana aku hanya bisa merengek dan
menangis. Tapi apa daya? Inilah aku. Aku bukan dia. Bukan masalalumu yang
sangatlah sempurna itu. Aku bukan dia yang bisa bersikap dewasa menyikapi
segala hal. Aku bukan dia dengan segala kelebihannya. Bukan pula dia yang dapat
memberimu support dari belakang.
Namun maukah kamu sedikit menengok kearah lain? Dimana seseorang mengorbankan tidur malamnya hanya untuk menangismu. Dimana seseorang rela meneteskan air matanya hanya untuk membuatmu peka. Dimana seseorang mencoba munafik dengan tetap tersenyum saat melihatmu
bergurau dengam wanita lain.
Aahhhhhhh. Cukup. Aku
terlalu lelah menghadapi ini sendirian. Aku terlalu lemah untuk
memperjuangkanmu sendirian.
Dapatkah kamu merasakannya?
Dapatkah kamu mendengar segala tangisku? Aku
benar-benar tak kuasa untuk membendung setiap tetesannya.
Namun (lagi), aku bisa apa? Aku bukan siapa-siapamu. Tak
lebih dari sekedar teman yang hanya kau anggap saat kau membutuhkanku. Iya kan? Sayang, kau benar-benar membuatku kehilangan hampir seluruh nalarku. Kau
memperbudak seluruh jiwaku untuk berorientasi padamu (tanpa melupakan-Nya
tentunya). Aku menyayangimu dan engkau menyayanginya. Aku merindukanmu dan kau
merindukannya. Aku membutuhkanmu dan kau membutuhkannya.
Bagaimana bisa aku menyebutnya ini cinta apabila
didalamnya hanya terdapat satu orang yang berjuang? Bagaimana mungkin aku yakin bahwa engkau bisa saja mencintaiku ketika
kau sadar bahwa aku benar-benar memperjuangkanmu?
Sudahlah. Aku bosan menerka-nerka segala sifatmu
dikemudian hari. Yang aku tahu, aku akan terus berjuang walau harus meneteskan
airmata demi “kita”. Percayalah, aku masih bersabar ditepi sini. Menanti dan
terus menanti.
Komentar
Posting Komentar