Tentang Pemilik Kedai Kopi
Malam
semakin larut. Bersama itu, rinduku semakin kalang kabut mencari pemiliknya.
Entah siapa pemilik itu sebenarnya. Akupun tak tahu. Banyak yang bilang bahwa
rinduku sedang tersesat mencari tuannya. Tapi aku tak percaya. Meski ku tak
pernah tahu rinduku ini milik siapa, namun aku percaya ia tak pernah tersesat
sebab aku slalu membersamainya dengan doa-doa yang mengangkasa.
Kemarin
malam, rinduku kembali ke sangkar, memberi kabar bahwa ia telah menemukan
rumahnya. Katanya, ternyata pemiliknya adalah engkau. Apa benar yang telah
dikatakan oleh rindu? Karena yang aku tahu, kau hanyalah seorang yang kebetulan
mampir di kedai kopiku sore itu. Jelas sudah pasti kau hanya sekedar singgah.
Bukan untuk tinggal apalagi menetap. Lalu, mengapa rindu sebodoh itu?
Menjadikanmu tuan atas segala rasa yang bahkan aku sendiri tak mampu
mengartikannya.
Jika
sudah begini, apa yang bisa dilakukan oleh aku sang pemilik kedai kopi? Menanti
hadirmu disetiap sore. Berharap senja kan membawamu kembali kesini. Begitulah
aku setiap harinya sejak kau menjadi pemilik rinduku. Terus berharap kau akan
datang tuk sekedar membayar rindu dengan temu.
Wahai tuan,
Apabila benar
kau adalah pemilik rinduku yang selama ini hilang,
Bolehkah aku
mengenalmu lebih dalam?
Jika
tidak kau perbolehkan, izinkan aku menyelinap pada secangkir kopi yang setia
menemanimu menghantar senja menyambut malam. Biarkan saja aku masuk kedalam
tubuhmu dan menenangkanmu dari lelah seharian. Maafkanlah pemilik kedai kopi
itu yang menjadikanmu rumah atas rindunya secara diam-diam, karena ini memang
bukanlah keinginannya. Rindu sendiri yang telah berhasil memilih tuannya.
Semarang, 24 Mei
2018
Komentar
Posting Komentar